SIGLI- Berdasarkan hasil survei Walhi Aceh menunjukkan bahwa hutan lindung tersebar di Pidie merupakan peninggalan nenek moyang, kini dilaporkan telah tandus. Fenomena ini akibat aksi penembangan liar masih terus berlangsung di lapangan.
“Betul, mengacu kepada laporan masyarakat dan hasil survei kita sendiri di lapangan, menunjukkan bahwa pembalakan liar terus terjadi di hutan Aceh dan juga di hutan lindung Pidie,” sebut Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Bambang Antariksa di sela-sela seminar dan work shop sehari dengan tema “Konsultasi Publik Rancangan Qanun pertanahan,” yang digagas YLBHI-LBH Banda Aceh Pos Lhoksumawe, Sabtu (24/1), di aula Dinas Infokom Pidie.
Menurutnya, meski Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah melahirkan moratorium loging sebagai bentuk jeda tebang, namun aturan itu belum membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Artinya, aturan yang digagas Pemerintah Aceh belum menyentuh pihak-pihak yang sampai kini masih menebang kayu secara ilegal.
Kecuali itu, lanjutnya, hadirnya polisi hutan (polhut) juga belum dapat menghentikan pembalakan liar yang terus terjadi di negeri ’Serambi Mekkah‘ ini. Bahkan, yang cukup ironi ada oknum polhut sendiri yang bermain kayu, seperti yang terjadi di Aceh Tamiang. Untuk itu, kata Bambang, tidak salah jika Pemerintah Aceh mengevaluasi kembali kinerja polhut yang jelas-jelas belum efektif.
Dalam menutupi celah pembalakan liar, menurutnya, pemerintah juga harus mampu memutuskan mata rantai kayu ilegal yang selama ini masih eksis dan melibatkan semua pihak. Baik melalui pemenuhan ekonomi maupun pendekatan terhadap masyarakat yang bermukim di kawasan hutan lindung.
Selain itu, katanya, pemerintah juga harus membuat presentase tentang jumlah kayu yang diperlukan setiap tahun untuk pembangunan infrasruktur. Ini salah satu alternatif, untuk mengetahui jenis kayu ilegal yang beredar. Kalau ini tidak dilakukan, sebutnya, maka aksi pembalakan liar akan jalan terus.
“Kita sangat menyayangkan aksi pembalakan liar yang sampai kini masih terjadi. Padahal, ratusan miliar dana mengalir lewat Dinas Perkebunan, untuk menghentikan jeda tebang, tapi sampai kini belum berhasil,” demikian Bambang Antariksa.(nr)
Sumber : Serambi Indonesia
Edisi : 27 Januari 2009
23 October 2009
Author Bio
Mapala Jabal Everest adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang olah raga alam bebas, dunia petualangan, dan pariwisata alam. Bernaung di bawah universitas jabal ghafur sigli sebagai salah satu unit kegiatan mahasiswa pecinta alam dan lingkungan hidup.
mapala je menampung minat-bakat mahasiswa(i) yang cinta alam, dan mendidik kader-kader masa depan untuk terus melestarikan alam dengan semangat kepecinta alaman.
Mapala JE Unigha Sigli berdiri pada tanggal 05 Juni 2006.
You Might Also Like
Post a Comment